udara malam ini terasa begitu dingin, Seungcheol yang saat ini berada di taman belakang rumah sakit itu sekarang sedang menyeruput kopinya mencoba mencari kehangatan. entah apa yang ia rasakan tapi ia sedikit gugup. tangannya menjadi dingin entah karena cuaca ataupun karena perasaan gugupnya.

berkali-kali sudah Seungcheol mengecek jam tangannya, ia juga membuka-mengunci ponselnya dengan gelisah. ia yakin mengajak Jeonghan bertemu adalah hal yang tepat untuk ia lakukan saat ini.

belakangan hubungannya dan Jisoo kian menemukan titik bahagia, juga karena pertemuan saat membahas perihal hubungan mereka lah yang juga membuat hubungan Seungcheol dan adik satu-satunya -Mingyu kini telah kembali seperti sedia kala.

Seungcheol rasa ia harus menuntaskan perasaan yang masih mengganjal dalam hatinya. Seungcheol akan menikah, dan Mingyu pun terlihat bahagia saat ini bersama dengan Jeonghan, mantan kekasihnya.

tentu Seungcheol harus melepaskan yang seharusnya ia lepaskan.

tiba-tiba jantungnya semakin berdetak kencang saat ia mendengar suara langkah kaki yang perlahan mendekatinya.

ya, itu Jeonghan...

Seungcheol hanya melempar senyum tipisnya begitu pula Jeonghan. suasana disekitar mereka tiba-tiba menjadi sangat amat canggung.

“hai...” sapa Seungcheol ragu-ragu.

”...hai”

“udah selesai visit pasiennya?”

“udah kok..”

“uhm.. gitu..”

”...iya”

hening

hening

hening

“Jisoo udah berangkat ya Mas?”

“udah.”

“uhm.. ibu gimana kabarnya?”

“bunda?”

“iya bunda.”

“bunda baik kok.. kalo ibu sama bapak gimana kabarnya, han?”

“ibu sama bapak baik kok, Mas”

“kalo ichan sama kwan?”

“tadi baru aja telfonan sama mereka, masih sama cerewet nya Mas, jadi udah pasti mereka baik-baik aja”

Seungcheol terkekeh disusul kekehan kecil Jeonghan.

namun itu tak berlangsung lama, karena saat ini keduanya kembali terdiam.

hening

hening

hening

“uhm.. ada apa... Mas?”

Jeonghan membuka suara, memecahkan keheningan diantara keduanya, dan juga sangat penasaran dengan maksud dan tujuan Seungcheol mengajaknya bertemu.

“hah?”

“kenapa Mas ngajak ketemu?”

“oh itu...” Seungcheol siap, “...ada yang pengen Mas omongin sama kamu, han.”

Jeonghan menatap Seungcheol tepat di mata, mencoba menelusuri manik hitam itu, mencari tahu bagaimana suasana hati lawan bicaranya saat ini.

“mau ngomong apa... Mas?”

“Mas mau minta maaf...

...soal yang dulu.”

Jeonghan hanya diam mendengarkan, tak tahu juga apa yang hatinya rasakan.

“Mas rasa selama ini masih ada yang mengganjal... soal kita. kita butuh closure bukan? kita udah sama-sama nemuin pendamping, Mas akan menikah, dan kamu udah sama Mingyu, adik Mas.

tapi Mas ngerasa, apa ya, Mas seperti belum lepas dari kamu, Jeonghan.”

manik Jeonghan bergetar, mengapa kalimat Seungcheol barusan seakan terasa lebih sakit daripada perpisahan mereka satu tahun yang lalu?

rasanya... semua kesedihan, kegelisahan, rasa gundah dan rasa sakit yang Jeonghan rasakan setelah Seungcheol pergi tidak ada apa-apanya dibanding saat Seungcheol kini berbicara dengan lembut namun tegas dengan pernyataannya. hatinya teriris..

Seungcheol mendekat dan berdiri tepat di hadapan Jeonghan.

“Jeonghan..”

Jeonghan mengangkat pandangannya,

“Mas pengen ngelepasin kamu dengan benar.”

mata Jeonghan memanas, sepertinya air yang menggenangi pelupuk matanya akan jatuh hanya dengan satu kedipan saja.

Jeonghan tahu betul apa yang sedang Seungcheol rasakan, karena ia pun merasakannya.

apalagi dirinya... yang jelas menganggap awal dari perpisahan mereka karena ulahnya. ia kehilangan Seungcheol karena egonya. dan wajar jika Seungcheol pergi dan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

ditambah lagi, ia memiliki Mingyu disisinya. itu sudah lebih dari cukup baginya.

“M-Mas...

harusnya disini aku yang minta maaf.”

Jeonghan pikir, ia juga harus menyelesaikan perasaannya pada Seungcheol. walaupun rasa yang ia punya pada Seungcheol masih sama, tapi tak berarti ia harus memilikinya bukan.

“semua yang terjadi sama kita dulu tuh gak sepenuhnya salah Mas. bahkan Mas bisa menyalahkan aku sepenuhnya.”

“salah kita berdua, Jeonghan.”

Jeonghan tak menyela, karena ia tetap membenci cara Seungcheol dulu saat pria itu pergi menghilang tanpa kabar.

“kita jadikan semuanya pelajaran ya, Jeonghan.

mungkin Tuhan mengirimkan kamu untuk Mas supaya Mas bisa belajar bagaimana seharusnya menjalani hubungan dan mempertahankannya.”

Jeonghan berusaha keras menahan air matanya agar tak jatuh. rasanya kalimat Seungcheol begitu menamparnya jika dipikir bahwa dirinya dulu juga dengan asal memutus hubungan mereka tanpa berpikir panjang.

“iya Mas.. aku juga percaya, Tuhan ngirim Mas buat aku supaya aku bisa belajar untuk gak egois dan lebih mempercayai pasanganku kelak.”

Seungcheol mengangguk, air mata juga terlihat menggenang di pelupuk matanya.

“jadi... mau maafin Mas dan kita lepasin semuanya malam ini?”

Jeonghan mengangguk dengan air mata yang menetes pada pipi putihnya.

“iya, Mas.. aku maafin Mas Cheol.

Mas Cheol juga... mau maafin aku kan?”

tentu Seungcheol memaafkan Jeonghan, buktinya saat ini ia langsung memeluk Jeonghan sebagai jawaban.

pelukan yang masih terasa hangat seperti satu tahun yang lalu.

pelukan yang begitu Jeonghan rindukan.

pelukan yang bisa dikatakan tak akan pernah Jeonghan rasakan lagi setelah ini.

pelukan terakhir, tanda pelepasan dan perpisahan dari dua insan manusia...

yang hatinya bahkan belum ingin saling melepaskan...

.

.

.

namun keduanya merasa cukup lega. mungkin seharusnya mereka melakukan ini sejak awal.

sekarang... harusnya mereka siap untuk melanjutkan hidup tanpa satu sama lain bukan?