Nikahan sepupu

jeonghan saat ini sedang berbincang dengan keluarga besarnya. sebenarnya ia sedikit terganggu dengan situasi saat ini, dimana para om-tante-nya yang terus-terusan bertanya 'han kapan nyusul?' 'han udah ada calonnya?' ''mau om kenalin sama anaknya temen om gak?' dan banyak lagi pertanyaan soal dirinya yang masih belum menikah.

ditambah dengan suasana hatinya yang belum cukup baik mengingat hubungan dirinya dan seungcheol sedang dalam situasi yang sedang tidak baik-baik saja.

jeonghan pun hanya menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan senyum manisnya yang sebenarnya dipaksakan.

sampai tiba-tiba ican memanggilnya, “kak han.. itu Mas cheol baru dateng didepan” dengan wajahnya yang ceria.

jeonghan mematung. ia kaget karena bahkan ia tak memberi kabar apapun soal acara ini tapi bagaimana bisa— 'ah iya kan ibu katanya mau ngechat Mas cheol' batinnya.

namun ada hal lain yang lebih membuatnya kaget ketika tiba-tiba ibunya mengenalkan seungcheol pada keluarga besar mereka. sebenarnya ia senang dan akan sangat bangga mengenalkan pacarnya tapi tidak dalam keadaan seperti ini. disaat hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

seungcheol menyalimi satu persatu keluarga besar jeonghan dan mendapat sambutan hangat disana.

“oh jadi ini pacar kamu toh han?” ujar salah satu om nya.

“wah ganteng loh kak. pilot lagi.” sambung salah satu sepupunya dengan nada ngeledek

“iya mana kalian cocok banget loh, coba agak rapetan dong” sahut sang tante yang langsung mendorong pelan jeonghan —yang posisinya sedikit berjauhan dengan seungcheol— hingga bahu keduanya bersentuhan. jeonghan dan seungcheol terlihat kikuk dan hanya memaksakan senyum mereka.

tak lama kemudian sang MC acara pernikahan tersebut memanggil para tetua keluarga besar untuk foto bersama sehingga meninggalkan para muda-muda disana. beberapa sepupu jeonghan pun hanya sibuk dengan ponselnya, ada juga yang ikut berfoto ke atas pelaminan, dan disinilah jeonghan dan seungcheol yang kembali terdiam tanpa ada satupun yang membuka percakapan. ican dan kwan yang melihat itupun ikut merinding dibuatnya, mereka akhirnya memutuskan untuk meninggalkan keduanya karena sungguh suasana begitu dingin diantara seungcheol dan jeonghan.

ibu jeonghan yang sedang berfoto diatas pelaminan pun bahkan ikut terfokus pada mereka yang saat ini hanya duduk diam tak berbicara pada satu sama lain. ibunya bisa menangkap sinyal bahwa ada yang tidak beres diantara mereka karena jeonghan yang berbohong soal seungcheol yang sibuk tapi sebenarnya tidak. tapi tak lama ibunya pun tersenyum saat melihat seungcheol akhirnya mengajak jeonghan berbicara. 'semoga mereka baik-baik saja' batinnya.

“han”

“iya”

“Mas pengen ngomong, kamu pulangnya sama Mas aja ya”

jeonghan terdiam untuk beberapa saat, tapi setelahnya ia pun hanya mengangguk

“iya” jawabnya kemudian

sungguh jawaban yang sangat singkat. seungcheol benar-benar mencoba bersabar sebisa mungkin.

***

“ibu.. Mas pamit yaa. makasih undangannya terus salam buat om tante dan lain-lain yaa.”

setelah bersalaman ke atas pelaminan dan berfoto bersama keluarga besar jeonghan, seungcheol memutuskan untuk pulang.

lebih tepatnya agar ia dapat menyelesaikan masalahnya dengan jeonghan secepat mungkin.

“iya nak terimakasih sudah datang ya. ibu senang sekali.”

“sama-sama ibu” senyum seungcheol. “tapi han juga pulangnya sama Mas gapapa ya bu? kita ada mau pergi sebentar.”

“iya gak papa. hati-hati yaa kalian” ujar ibunya, sesaat kemudian seungcheol menyalimi ibu dan bapak jeonghan diikuti oleh jeonghan.

setelahnya mereka berjalan ke parkiran dengan lagi-lagi tak saling berbicara, bahkan setelah keduanya sudah berada di mobil dan juga saat di perjalanan.

sampai tiba-tiba seungcheol membuka suara,

“kamu gak ada yang mau diomongin sama Mas?”

“bukannya kamu yang mau ngomong sama aku tadi?”

seungcheol diam.

“cepetan. mau ngomong apa?” tanya jeonghan sedikit ketus.

seungcheol menghela nafasnya

“Mas mau denger penjelasan kamu”

“buat apa? masih penting kah penjelasanku?”

“jangan mulai, jeonghan.”

“Mas please.. kalo kamu ngajak aku ngomong cuma mau berantem, lebih baik jangan sekarang Mas. aku ga ada tenaga.” ucapnya dengan santai namun sedikit sarkas, benar-benar menguji kesabaran seungcheol.

“justru kamu yang kaya ngajak berantem. keadaan kita lagi gak baik-baik aja karena kamu sendiri. tapi apa kamu punya inisiatif buat kita baikan?”

jeonghan hendak menjawab namun kembali dipotong

“yang Mas coba lakuin sekarang itu supaya kita baik-baik aja. dan kamu—” seungcheol menghela nafasnya “kamu bahkan ga ngehargain usahaku untuk buat kita baik-baik aja. baik-baik lagi.”

“sekarang aku ikut pulang sama kamu kan karena ikutin maunya kamu? kok jadi salah lagi sih?” ujar jeonghan sedikit menaikkan intonasi suaranya.

seungcheol diam. sebentar saja. ia harus menetralkan emosinya.

“kenapa diem Mas—

“apa arti hubungan kita bagi kamu jeonghan?

kenapa kamu dengan sangat gampang ngomong mau udahan?”

jeonghan tertawa sinis, “kamu capek kan Mas ngadepin aku? kasian di kamu gak sih kalo punya pacar kaya aku?”

seungcheol terdiam.

“kamu bahkan gak mau tau hal apa yang bikin aku gak bisa dateng waktu itu. aku mau jelasin kamunya gak mau denger, sekarang minta penjelasan. plin plan banget.

lebih tepatnya kamu yang nyiptain masalah yang seharusnya gak ada.”

seungcheol tak terima, “bukannya kamu yang janji mau nemuin aku dan jelasin semuanya tapi kamu juga yang gak dateng?”

“Mas—” jeonghan menoleh ke arah seungcheol, tak habis pikir. “kamu bisa ngerti gak sih? aku itu dokter yang sudah seharusnya mendahulukan pasienku daripada urusan yang gak penting. kamu harusnya ngerti.”

urusan yang gak penting

jeonghan menyadari ada yang salah dalam pengucapannya barusan, ia merasa bersalah sesaat

seungcheol tersenyum pilu “urusan yang gak penting ya”

tapi ego jeonghan lebih tinggi dan sangat mendominasi

“iya. pasienku lebih penting daripada kamu, Mas.”

sakit. hati seungcheol sakit. ia tahu kewajiban seorang dokter tanpa perlu diberitahu. tapi apa harus mengungkapkan fakta yang mematahkan seperti itu pada masalah mereka saat ini?

“apa aku bilang Mas? hubungan kita emang gak akan berhasil. ketakutanku dulu terbukti kan sekarang? aku kira kamu bisa ngertiin aku, pekerjaanku, dan bukan seorang pemarah seperti ini. speechless sih aku.” ujar jeonghan dengan sarkas.

seungcheol mengatur napasnya.

“usahaku bener-bener ga keliatan dimata kamu ya.”

“usaha apa sih yang kamu ungkit-ungkit dari tadi Mas? kamu ajak aku ngomong juga mau ngajak berantem lagi. capek Mas. kamu cuma buang-buang waktuku!”

seungcheol benar-benar menahan air matanya. sakit sekali mendengar kata demi kata yang jeonghan lontarkan. sakit sekali ketika usahanya ingin mengembalikan keadaan hubungan mereka seperti semula namun seperti ditolak mentah-mentah. bahkan oleh orang yang paling ia sayang melebihi apapun.

seungcheol menghela napas kasar “oke. kayanya kita emang masih butuh waktu buat masing-masing dulu—

“mau butuh waktu berapa lama sih Mas? kalo ujung-ujungnya juga kamu ga bisa nyelesein masalah kita.

sampe kapanpun kamu ga akan bisa nyelesein masalah kita dengan sifatmu yang maunya didenger tapi gakmau dengerin orang lain. yang kamu tau disini cuma aku yang salah. aku yang paling berdosa cuma karena ga nyanggupin undangan kamu.

kamu lupa kalo kamu juga pernah kaya aku? bahkan dengan alasan lupa lah, sakit lah. tapi diajak temen sanggup sanggup aja tuh?” jeonghan tau ucapannya salah tapi ia juga tak mau kalah.

seungcheol memejamkan matanya. kenapa hal ini kembali diungkit? bahkan jeonghan sendiri tau ia tak pernah berpura-pura. ia sakit dan jeonghan menyaksikannya sendiri. dan bukankah jeonghan sudah memahami alasannya waktu itu dan mempercayainya?

ternyata jeonghan memang belum menaruh rasa percaya padanya.

“kenapa kamu ngungkit itu lagi, jeonghan?” seungcheol benar-benar menahan emosinya

tanpa sadar ternyata mereka sudah tiba didepan rumah jeonghan.

“sekedar untuk kamu tau aja Mas kalo disini bukan aku aja yang pernah buat salah?”

seungcheol menggeleng tak percaya dengan apa yang jeonghan katakan barusan. ia pikir hubungan mereka baik-baik saja selama ini. ia tak pernah tau bahwa jeonghan belum benar-benar memaafkannya jauh didalam hatinya. bahkan perhatian jeonghan padanya saat merawatnya tempo hari pun mendadak terasa palsu. hati seungcheol benar-benar sakit. jantungnya berdegup tak karuan, emosinya dipermainkan.

“aku pikir kita baik-baik saja jeonghan. aku kira kamu udah memahami aku sepenuhnya, ternyata—

“iya. aku aja terus Mas. aku terus yang salah, yang gak ngertiin lah, gak hargain, gak mahamin, salah semua yang aku lakuin. capek. aku bener-bener capek. hubungan kita kok kayak gak ada titik temunya.”

“please jangan mulai han. mending sekarang kamu masuk tenangin pikiran. hubungi aku kalo kamu udah tenang—

“gak. kita selesaikan sekarang Mas!

aku rasa kita emang lebih baik jalan sendiri-sendiri.

aku mau kita putus.”

Deg

seungcheol lagi-lagi harus menahan efek dari satu kata yang bermakna perpisahan itu.

“gak semudah itu jeonghan!”

“gak Mas. aku capek. aku beneran gak sanggup sama kamu.”

kemudian jeonghan hendak meninggalkan seungcheol dan mengakhiri hubungan itu secara sepihak, namun tangannya ditahan seungcheol.

“han kamu gak bisa kayak gini!”

namun jeonghan menarik tangannya dan meninggalkan seungcheol, bersama dengan air mata seungcheol yang runtuh dari pertahanannya.

seungcheol mematung.

hatinya hancur berkeping-keping. usahanya mencoba menyelesaikan masalahnya dengan jeonghan tak disambut baik. bahkan satu persatu kalimat yang jeonghan lontarkan begitu menyakiti hatinya.

seungcheol masih tak bergeming. masih mencerna yang baru saja terjadi. masih mencoba mengingat kembali apakah hal yang baru saja terjadi nyata adanya? ia tidak pernah menyangka hubungan mereka benar-benar diakhiri dengan cara seperti ini, ia tidak menyangka hal itu terjadi padanya hari ini.

tepat saat jam menunjukkan pukul 12 malam tepat.

pada tanggal 8 agustus.

hari ulang tahunnya.

hari yang seharusnya paling membahagiakan. hari yang selalu dinanti setiap tahunnya. hari yang seharusnya menjadi pertama kalinya ia lalui bersama jeonghan, hari ulang tahun nya.

and tonight is his worst birthday ever

seungcheol pun memutuskan untuk pulang dengan membawa luka itu bersamanya.

luka yang tak tahu kapan sembuhnya.

luka yang mungkin akan kering dalam waktu yang tak sebentar.

dan ia begitu amat terluka di hari ini.

hari ulang tahunnya.