“Mas... Mas... bangun Mas-
“dek.. Mingyu... bangun nak-
begitulah teriakan dari bunda kepada kedua anaknya yang sudah terlelap, pasalnya jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari, ketika ternyata sang ayah sudah terbaring lemah dilantai dan tak sadarkan diri.
“bunda.. ada apa?” tanya Seungcheol dengan suara parau khas bangun tidur, diikuti Mingyu yang baru membuka pintu kamarnya.
“ayah mu nak, ayahmu pingsan.”
mendengar hal itu kedua anak laki-laki keluarga Choi ini langsung bergegas lari kekamar sang ayah dan benar saja, sang ayah masih tergeletak lemah dengan Jisoo yang sedang berusaha membangunkannya, karena saat bunda berusaha membangunkan kedua anaknya tadi, Jisoo lah yang terbangun lebih dulu.
“AYAH? astagaaa..”
“gyu tolong ayah di cek itu gimana aduh bunda takut”
“bentar bund.” mingyu pun memeriksa kondisi sang ayah, “kita kerumah sakit sekarang.”
“bentar Mas siapkan mobil.”
Seungcheol pun bergegas menyiapkan mobil, Mingyu dan Jisoo berusaha mengangkat ayah untuk dibawa ke mobil dan bunda menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. setelahnya mereka pun berangkat kerumah sakit.
sesampainya dirumah sakit, Mingyu langsung berlari menuju UGD untuk meminta dibawakan brankar, setelahnya dua orang perawat ikut bersama Mingyu dan mereka memindahkan sang ayah ke atas brankar untuk dilarikan ke dalam Unit Gawat Darurat tersebut.
dokter dan perawat yang bertugas di UGD langsung memeriksa kondisi sang ayah untuk mendapatkan pentolongan pertama. bunda pun menjelaskan kepada dokter bahwa tadi suaminya hanya terbangun karena ingin buang air kecil, namun karena kakinya yang sudah semakin bengkak membuatnya susah untuk berjalan, entah bagaimana tiba-tiba bunyi suara dentuman keras yang membuat bunda terbangun dan betapa kagetnya ia saat melihat sang suami sudah tergeletak dilantai dan tak sadarkan diri.
“kakinya bapak kenapa bisa sampai bengkak, bu?” tanya dokter yang menangani kepala keluarga Choi itu.
“waktu itu suami saya lagi benerin lampu dokter, terus pas mau turun dari tangga tuh jatuh. awalnya ga kenapa-kenapa tapi setelah 3 hari malah bengkak banget”
“sudah pernah dibawa periksa, bu?”
“belum pernah dok, suami saya ini kalo diajak kerumah sakit ga pernah mau” ujar bunda sedikit kesal namun lebih terdengar seperti khawatir.
“wah harusnya dibawa segera ini, bu. takutnya ada tulang yang retak.
sang dokter pun selesai memasang infus.
“apakah ada dokter orthopedi yang shift malam, dok?” tanya Mingyu setelahnya.
“seharusnya ada, saya akan keluar untuk mengecek apakah dokter nya masuk atau tidak. sebentar ya pak.”
sang dokter pun keluar dan meninggalkan keluarga Choi dalam keadaan khawatir namun sedikit lega karena sang ayah sudah berada dirumah sakit dan akan segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.
“bunda yang tenang, ayah pasti gak papa kok.” Jisoo mencoba menenangkan sang bunda yang terlihat gelisah sedari tadi.
Seungcheol hanya mengusap bahu sang bunda agar lebih tenang dan melempar senyumnya pada Jisoo tanda bahwa dia baik-baik saja.
“sebelah mana, dok?”
samar-samar terdengar suara yang tak asing bagi Seungcheol. dan benar...
srrrtttt
Seungcheol kaget bukan main saat seseorang membuka tirai sekat itu dan seseorang itu adalah...
“Jeonghan?”
Seungcheol secara tak sadar melafalkan nama itu dalam bisikan kecil, membuat Jisoo yang sedang duduk menenangkan bunda mengangkat pandangannya pada sang kekasih. seakan pelafalan itu terdengar begitu... akrab?
“Jeonghan?” kalau ini Mingyu, yang sama kagetnya namun ada raut senang pada wajahnya.
Jeonghan apalagi, ia lebih kaget dari siapapun. namun ia langsung segera memeriksa pasiennya tanpa menghiraukan orang-orang yang mendampingi pasien tersebut, kecuali Mingyu, kekasihnya.
.
.
.
sang ayah sudah siuman beberapa waktu lalu, namun kembali terlelap karena pengaruh obat yang menyebabkan kantuk.
“kaki bapak perlu di gips dulu, keliatannya ada retak di telapak kakinya. nanti kaki bapak kita rontgen juga supaya tau benar ada tulang yang retak atau tidak.”
“iya, dok. terima kasih banyak dok” ujar bunda sedikit lega.
“terima kasih, Jeonghan.” ucap Seungcheol juga pada akhirnya.
Jeonghan hanya mengangguk dengan tersenyum manis pada sang bunda, dan sedikit memaksakan senyumnya pada Seungcheol.
“omong-omong dokter ini temannya Mingyu ya?” tanya sang bunda yang sedari tadi penasaran.
“bunda..” Mingyu pun mengambil atensi mereka semua, “kenalin, ini Jeonghan, pacarnya Mingyu.”
Seungcheol menahan nafasnya, entah, ada perasaan aneh yang ia sendiri belum dapat artikan.
sang bunda mengernyit, “Jeonghan?”
Jeonghan langsung menyalimi sang bunda, “Jeonghan, bu..”
“bunda tau ga.. Jeonghan ini sahabatnya Jisoo loh dari SMA” seru Jisoo yang berdiri disamping sang bunda.
“wah benarkah?”
“iyaaa, terus tau-tau malah pacaran sama Mingyu. dunia sempit banget kan bund?”
sang bunda tentu tersenyum senang, ternyata kedua anaknya sudah memiliki kekasih dan sama manisnya, bahkan mereka sudah saling mengenal.
tapi...
“tapi kayanya bunda ga asing deh sama nama kamu.”
Seungcheol yang sedang mengusap wajahnya itu tiba-tiba menoleh pada bunda, benar, dulu ia sering menceritakan Jeonghan pada bundanya, tentu saja bunda tak asing dengan nama itu.
“iya, benar.. bunda ga asing sama nama itu.”
“nama Jeonghan banyak kali bund” jawab Mingyu yang mengerti kearah mana kalimat yang dimaksud bunda nya.
“bunda mau nitip sesuatu? Mas sama Jisoo mau keluar beli minum dulu.” sela Seungcheol tiba-tiba. tentu saja agar percakapan itu tak berlanjut, jangan sampai bunda mengingat siapa Jeonghan.
Jeonghan dan Mingyu tentu tau, dan memilih diam. sedangkan Jisoo terlihat heran dengan sikap kekasihnya yang terlihat tak tertarik dengan obrolan mereka.
“gak usah Mas.. Jisoo nya aja dibelikan makan, kasihan sudah repot bantu kita bawain ayah”
“engga repot kok bunda, kan ayahnya Mas Cheol ayahnya Jisoo juga.”
Jeonghan tersenyum mendengarnya, miris.
“yasudah kita keluar sebentar ya bunda. Mingyu?”
“ga, aku gausah Mas..”
“oke.. kita permisi ya.”
dan Seungcheol pun berlalu begitu saja dengan Jisoo yang ikut dibelakangnya. Jisoo melambaikan tangannya pada Jeonghan sebelum akhirnya menghilang dibalik tirai ruang rawat sang ayah.
“kalo gitu Jeonghan permisi dulu ya bu, biar Jeonghan uruskan kamar untuk bapak.”
“iya nak, terima kasih banyak ya..”
Jeonghan mengangguk dengan senyuman manisnya.
“sayang, aku keluar dulu ya” pamit Jeonghan pada Mingyu yang hanya dibalas anggukan dan senyuman manis Mingyu.
Jeonghan pun meninggalkan ruangan itu dengan perasaan yang tak bisa ia artikan.