Jisoo POV

aku terduduk lemas di sofa berwarna maroon yang terletak di sudut kamarku. bagaimana bisa? bagaimana bisa aku terlihat bodoh dan tak menyadari apapun yang ada disekitarku selama ini. bagaimana bisa aku tak pernah curiga dengan tatapan lembut yang selalu dipancarkan tunanganku pada sahabatku? yang bahkan tak pernah ia berikan padaku. aku terlalu menaruh percaya yang amat besar sehingga melewatkan banyak hal.

tadi saat aku mendapat notif pesan dari Mingyu—adik dari tunanganku dan pacar dari sahabatku—yang ingin mengatakan sesuatu, entah mengapa perasaanku tiba-tiba menjadi tak tenang, dan benar saja, duniaku seakan diterpa angin kencang yang membuatku tak kuat menopang badanku sendiri kala satu persatu fakta yang dilontarkan seseorang diseberang telfon itu memenuhi indera pendengaranku, seakan sesuatu bagai menyeruak masuk memenuhi dadaku seperti rasanya aku tak dapat bernafas;

“Jeonghan pacar gue itu mantannya Mas Cheol, apa lo tau?”

yang pertama.

“lo itu dibohongin sama mereka, apa lo sadar?”

kedua.

“lo itu terlalu polos sampe-sampe bisa dimainin sama mereka! bahkan mereka sekarang manfaatin situasi dan semakin deket, lagi, lo tau itu ga? enggak kan?”

cukup!

“aku ga ngerti maksud kamu, Mingyu?!”

Mingyu tertawa sinis, “kita ini korban, kita ini cuma pelarian mereka! dan gue gak mau sakit sendirian, lo harus tau ini sebelum lo benar-benar ngebiarin mereka ke tahap yang lebih parah dari sekedar ‘teman dekat’ hahah-bullshit! mana ada istilah temenan sama mantan, adanya mereka main dibelakang dan untungnya gue nangkep hal itu lebih cepat, ga kaya lo—”

“CUKUP MINGYU! cukup!”

Mingyu menghela nafasnya kasar, “sorry, soo. gue cuma ga tega sama lo.”

“tapi kamu tega, Mingyu.. Mas Cheol itu kakak kamu—”

“Hah! dia emang kakak gue, tapi berkali-kali dia ngecewain gue!

lagian kenapa juga lo masih mikirin dia yang jelas-jelas main dibelakang lo?”

gak. Mas Cheol ga mungkin kaya gitu.

“lupain soal mereka yang sekarang, mereka yang dulu, lo tau ga? Mas Cheol cerita ga?”

aku terdiam.

“enggak kan?”

iya. aku bahkan masih belum dapat mempercayai fakta tersebut saking terkejutnya.

“soo, tegasin hubungan lo, tunangan lo itu maunya melangkah kedepan yaitu ke lo, atau dia balik badan dan milih jeonghan.”

jeonghan.. jadi jeonghan ya…orang itu? mengapa rasanya sesak saat mengetahui fakta bahwa seseorang yang pernah membuat tunanganku terpuruk adalah sahabatku sendiri, yang aku yakini bahwa tunanganku masih mencintai masa lalunya.

apalagi sebenarnya mereka sudah bertemu lagi sejak aku mencoba mengenalkan mereka, sudah dalam waktu yang lama, dan tanpa sepengetahuanku.

air mataku jatuh tanpa suara, aku berusaha untuk tak memperdengarkan isakanku pada seseorang diseberang telfon.

“soo, are you okay?”

“menurut kamu?”

Mingyu kembali menghela nafasnya lebih pelan, kini suaranya melembut, “take your time. yang penting lo udah tau.”

“i need some time alone, can you hang up the phone?” ucapku menahan getaran pada suaraku.

“sure…and sorry.”

aku hanya diam tak menjawab sebelum beberapa detik setelahnya telfon itu terputus.

aku yang tengah berdiri merasakan lututku melemah, dengan susah payah aku berlari menuju kamar takut daddy akan bertanya kalau ia melihat raut kacau diwajahku. saat pintu kamar tertutup, tubuhku merosot dengan air mata yang tak akan dapat diajak kerja sama lagi, aku memegang dadaku dan menangis memeluk lututku, berusaha meredam suaranya agar tak satupun orang mengetahui betapa kacaunya hatiku.

aku bangkit dan meraih ponselku, memerhatikan homescreen ponselku yang menampilkan fotoku bersama tunanganku, kami tersenyum bersama dalam foto itu membuatku ikut tersenyum setiap melihatnya. namun senyum kali ini terasa begitu pahit.

apa kamu bahagia sama aku Mas? ujarku dalam hati, masih dengan air mata yang mengalir.

aku membuka aplikasi berlogo burung berwarna biru, meng-upload sebuah gambar dengan quotes yang menggambarkan perasaanku saat ini. dalam hati masih tak menyangka dengan fakta yang baru kuketahui, bahkan aku mengetahuinya dari mulut orang lain.

kring

satu buah notifikasi pesan muncul dari seseorang yang pernah menjadi masa laluku.

Hansol.

“are u okay?”

satu buah pertanyaan saja dan itu mampu membuat hatiku terasa diremas.

“no, i’m not.” jawabku.

namun dialah Hansol, orang yang begitu mengenalku luar dalam. seorang teman yang sudah mengenalku sejak kecil dan terlalu tahu tentangku bahkan gelagat kecil sekalipun.

“wanna meet? u can tell me anything.”

aku tak bisa memikirkan apa-apa selain aku membutuhkan tempat untuk meluapkan segala kesedihanku.

“yes, please.. i need u, it’s hurt.”

.

saat ini aku tengah duduk bersamanya didalam mobil miliknya yang terparkir di basement sebuah mall. tadi setelah aku membalas pesannya, tak butuh waktu lama untuk dia datang kerumahku, meminta izin pada daddy dan membawaku pergi. beruntung daddy tak tahu apa yang sedang kualami.

kami berdua hanya diam, ia menungguku memulai pembicaraan dan aku masih mengurungkannya. aku hanya terus menunduk tanpa suara.

20 menit.

sudah 20 menit ia masih menungguku dengan sabar. tak ada kata yang keluar dari mulutku, begitu pula darinya. namun satu sentuhannya pada bahuku yang kemudian mengusapnya pelan membuat air dipelupuk mataku kembali bersinggah. dalam tundukku, bahuku bergetar hebat dan dengan cepat ia menarikku dalam rengkuhannya. aku membalas pelukan itu dengan erat diikuti pelukannya yang juga kian mengerat. tangisku pecah kuluapkan bersama rasa sakit yang tak tertahan, berharap setelah ini aku akan lega.

.

“but he already proposed to you, what are you worried about?”

aku hanya diam.

“soo?”

“karena…aku tau hatinya masih tertinggal pada masa lalunya”

Hansol mengernyitkan dahinya.

“tapi dia udah ngelamar kamu, Jisoo—

“but he still loves Jeonghan, Hansol. he do!” sahutku dengan suara bergetar.

Hansol mengambil satu tanganku untuk ia genggam.

“terus kenapa kamu masih pertahanin hubungan kamu, kalau kamu tau dia gabisa mencintai kamu?”

“karena aku pikir dia benar-benar membuka hatinya padaku, semua perlakuan manisnya, terasa tulus bagiku, Hansol.

dan…

aku gak tau kalo selama ini masa lalunya ternyata berada disekitar kami.”

aku terkekeh lirih, “i’m stupid, right?”

“no. kamu kan gak tau. dia yang gak jujur sama kamu.”

aku mengangguk, “why he’s doing this to me?” air mataku kembali menggenang.

“dia hanya ingin menjaga perasaanmu, percayalah.”

“haruskah aku percaya?”

Hansol mengangguk. tangannya terulur menghapus air mata yang masih terus mengalir di pipiku.

“stop crying, i hate to see you cry.”

namun gagal karena aku malah semakin menangis dan kembali berada dalam pelukan hangatnya. ia mengusap bahuku naik dan turun juga mengusap kepalaku dengan sayang.

sore itu aku meluapkan segalanya pada Hansol, semuanya.