—Ends in Orange

Jisoo baru saja landing dari penerbangannya dari LA. rasanya sudah lama sekali tak menginjakkan kaki di Indonesia, banyak kenangan manis yang terputar dikepalanya secara spontan begitu ia sampai dibandara ibukota tersebut.

namun kenangan manis itu saat ini terasa hambar, hatinya hampa seperti menyadari hanya dirinya saja yang menikmati kenangan itu, sendirian.

“Babe…?”

satu suara yang membuat senyum Jisoo terukir, namun Jisoo yakin jika saat ini ia melihat rupanya di cermin, pasti senyumnya lebih terlihat seperti senyuman paling menyedihkan.

Jisoo berbalik berusaha menemukan asal suara, dan benar, itu Seungcheol tunangannya, orang yang sangat ia sayangi tengah tersenyum lebar dan merentangkan tangannya.

Seungcheol memeluk Jisoo erat tanpa menyadari bahwa Jisoo hanya meremat seragam Seungcheol pada bagian pinggang tanpa membalas pelukannya.

“Mas kangeeeen banget sama kamu.” ujarnya sembari mengusap-usap rambut Jisoo dengan sayang.

“me too.” jawab Jisoo singkat, dengan senyum yang ia paksakan.

“kita cari tempat makan yuk, laper gak?”

Jisoo hanya mengangguk kecil.

“yaudah, ayok.” ajak Seungcheol dengan tangan kirinya menggenggam tangan Jisoo erat.

.

kini keduanya duduk di waiting room tempat penumpang menunggu sembari pesawat disiapkan dan ada beberapa penumpang transit, juga ada mereka berdua yang duduk bersebelahan. pemandangan langit sore hari menuju senja yang terpampang jelas dibalik dinding kaca ruangan tersebut membuat keduanya larut, memandang fenomena indah itu dengan pandangan kosong, dan berbagai pikiran yang singgah dan pergi.

pesawat yang akan Seungcheol kemudikan baru akan berangkat 3 jam dari sekarang hingga cukuplah bagi keduanya melepas rindu yang sudah lama tertahan.

“Babe, gimana LA?”

“uhm.. good.”

sungguh perbincangan itu mulai canggung sedari awal mereka bertemu tadi. mereka berdua mencoba untuk membuat suasana tetap seperti bagaimana biasanya, tapi tetap saja hawa dingin mulai menyelimuti keduanya.

“Mas…”

“hm?” Seungcheol menggenggam tangan Jisoo kemudian ia mainkan.

“how’s Jakarta?”

Seungcheol tersenyum, dalam hatinya ia senang karena Jisoo mulai menanyainya sesuatu daripada hanya diam seperti tadi.

“kaya biasa juga, babe..”

Jisoo mengangguk, “ayah, bunda, keadaannya gimana?”

“bunda baik kok. ayah juga udah mulai baikan, sejak move ke Jakarta dan di tangani Jeonghan terus, keadaan ayah makin membaik, seneng dia sama dokternya—

ah.. Jeonghan ya..

sial. Seungcheol baru sadar ia malah membawa topik Jeonghan, dan Jisoo hanya mengangguk sembari tersenyum kecil namun pedih.

“Mas Cheol…”

Seungcheol hanya menunduk bersalah, masih memainkan jemari Jisoo pada genggamannya.

“Mas Seungcheol…”

“hm?”

“Mas kesayangannya Jisoo…”

Seungcheol menyerah dan beralih menatap Jisoo karena terus memanggilnya.

“lepasin aku ya, Mas Cheol.”

genggaman itu melonggar bersama raut wajah Seungcheol yang tak suka dengan kalimat yang barusan Jisoo lontarkan.

“Babe… aku harus bilang berapa kali lagi—

“no, Mas. aku ga yakin kita masih bisa lanjutin ini.”

“Mas ga mau.”

Seungcheol bersiap hendak bangkit namun tangan Jisoo menahan pergelangan tangannya.

“Mas, duduk dulu. aku masih kangen sama kamu.” ucapnya dengan air mata yang berlinang.

Seungcheol menjadi lemah dan kembali mendudukkan dirinya.

“i miss you, so bad. sooooo bad, Mas Cheol.”

bersama air mata yang jatuh, Seungcheol menarik tubuh kekasihnya untuk ia rengkuh. ia tak pernah sanggup melihat Jisoo menangis.

“Mas Cheol, aku tau hati Mas Cheol buat siapa, aku tau Mas Cheol bahagia denganku, tapi kebahagiaan Mas sesungguhnya bukan aku, iyakan?”

“shhh.. kamu diem.” hati Seungcheol mencelos mendengar kata demi kata yang terlontar bersama isak tangis kekasihnya.

“aku mulai sadar setelah aku tahu semuanya. mulai dari gelagat kalian berdua, that bracelet, tatapan mata kalian dan hati kamu yang sebenarnya dari dulu bukan buat aku Mas. aku sadar akan itu semua, tapi aku selalu menyangkalnya.”

Seungcheol merasakan perasaan bersalah yang amat sangat kala ia menyadari semua yang dikatakan Jisoo tak salah. ia merutuki dirinya sendiri karena telah menyakiti hati orang yang selama ini selalu ada untuknya, yang menyayanginya dengan tulus.

“Mas Cheol…

aku mohon, lepasin aku ya Mas.”

Seungcheol melepaskan pelukan keduanya dan menggeleng.

“Please…” mohon Jisoo. “kamu cinta Jeonghan, kan?”

Seungcheol tak bisa menjawab pertanyaan itu, dan Jisoo menganggap itu sebagai jawaban.

“you still loves him, Mas.

dari dulu, sekarang, maupun nanti, you still loves him.

kejar kebahagiaan kamu, i’m fine, asal Mas bahagia, ya?”

pandangan mata Seungcheol memburam, air mata turut menetes begitu saja.

“hey…why you crying?” ucap Jisoo dengan tangan mengusap lembut air mata pada pipi Seungcheol.

“maaf.” hanya itu. hanya itu yang mampu Seungcheol ucapkan.

mungkin selama ini ia salah mengartikan perasaannya. Seungcheol menyayangi Jisoo, amat sangat, but not in romantic way. perasaan sayangnya terasa sama dengan bagaimana ia menyayangi adiknya, Mingyu. tapi ia menyangkal dan mencoba membuka hatinya, karena Jisoo benar-benar membantunya bangkit dari masa terpuruknya waktu itu.

so, can it be called love?

“it’s okay. cinta kan ga harus memiliki, lagipula disini hanya aku yang mencintai Mas kan?”

“Babe—

“don’t call me babe anymore, hm?”

perasaan bersalah Seungcheol membuatnya tak dapat mengeluarkan kata apapun sebagai balasan.

“kita selesai ya, Mas?

kejar kebahagiaan Mas ya, raih apa yang seharusnya menjadi milik Mas…”

air mata Seungcheol jatuh lagi, dan Jisoo hanya mengusapnya lagi dengan lembut.

“bahagia ya Mas? Janji sama aku kamu harus bahagia ya?”

Seungcheol pun mengangguk sebagai jawaban, mereka menangis bersama karena setelah ini…

“Jisoo… Mas lepasin Jisoo. tapi Jisoo juga harus bahagia, bisa?”

bagaimana mungkin? untuk saat ini. tapi Jisoo yakin, kebahagiaan untuknya telah diatur oleh tuhan walaupun ia tak tahu kapan ia akan mendapatkannya. dengan itu Jisoo menjawab;

“bisa. kita pasti bisa bahagia dengan apa yang telah tuhan gariskan, Mas.”

“boleh Mas peluk Jisoo sekali lagi?”

“sure… pelukan perpisahan?”

Seungcheol mengangguk, dan setelahnya mereka kembali berpelukan, cukup lama, sekaligus mengobati rasa rindu yang memang benar adanya.

bersama matahari yang bersiap untuk beristirahat dan bersama langit jingga yang perlahan merubah warnanya menjadi gelap, Seungcheol dan Jisoo saling melepaskan diri satu sama lain.

karena mereka yakin kebahagiaan yang sesungguhnya telah menanti.