Hug

Seungcheol melangkah sembari memegang plastik berisikan obat untuk sang ayah. Ia baru saja menebusnya di apotik RS.

Langkahnya terhenti saat melihat sosok yang begitu ia kenal.

Sosok yang entah mengapa seakan selalu berada di sekitarnya akhir-akhir ini. Sosok itu terlihat begitu rapuh dengan tatapan kosongnya.

Seungcheol mendekat walau sosok itu seakan tak sadar akan keberadaannya.

“Han?”

Tak ada jawaban.

“Jeonghan?”

Tak ada jawaban.

“Yoon Jeonghan?” Sapa Seungcheol lagi dan lagi.

“Eh i-iya.” Timpal Jeonghan yang baru sadar akan lamunannya.

“Boleh duduk?” Tanya Seungcheol kemudian melihat bangku di samping Jeonghan yang kosong.

“Eh boleh kok mas.”

“Shift malem?” Tanya Seungcheol yang diangguki oleh Jeonghan.

“Kalo mas Cheol sendiri ngapain malem-malem di sini?”

Seungcheol memperlihatkan plastik yang ia genggam.

“Abis nebus obat ayah.”

“Oh.. Ayah apa kabar, mas?”

“Baik, han. Ayah udah jauh lebih baik sekarang.” Ucap Seungcheol dengan kedua sudut bibirnya yang ia tarik, membentuk senyuman.

“Syukurlah.”

Hening sesaat.

“Boleh mas tanya?” Ucap Seungcheol kemudian memecah keheningan.

“Tanya apa mas?”

“Keadaan kamu sendiri gimana?”

“Hah?”

“Maafin, mas ya.. Gara-gara aku, Mingyu jadi marah ama kamu. Mas juga gak tau kenapa Mingyu jadi semarah itu. Maafin aku, han.” Ucap Seungcheol dengan netranya yang menatap Jeonghan lekat.

Jeonghan terdiam.

Entah mengapa, dadanya bergejolak. Terlalu banyak hal yang telah ia tahan. Terlalu banyak sakit yang seakan begitu menumpuk di dadanya.

Ia memegang dadanya yang entah mengapa seakan mulai sesak. Bertepatan dengan netranya yang telah berkaca.

Sementara itu, Seungcheol melihat Jeonghan yang terlihat kian rapuh.

Ia membuka kedua tangannya. Seakan mengizinkan sosok di sebelahnya untuk masuk ke dalam dekapnya.

Sosok itu terkesiap. Seakan enggan untuk mendekat.

“Sini.. Luapin semua yang kamu rasain, han.” Ucap Seungcheol yang telah meraih sosok di sebelahnya ke dalam peluknya.

Jeonghan terdiam sesaat namun tak berniat untuk berontak.

Inilah yang ia butuhkan.

Dada bidang nan hangat sebagai tempat pilunya.

1 detik.

2 detik.

3 detik.

Pertahanannya runtuh.

Ia tak lagi terdiam.

Isaknya mulai terdengar memenuhi lorong rumah sakit yang kian lengang.

Seungcheol mengusap punggung sosok itu dengan begitu lembut.

Hatinya terenyuh mendengar isak sang sosok yang kian pilu.

Tak ada percakapan.

Jeonghan melingkarkan kedua lengannya pada punggung sosok yang tengah mendekapnya.

Tempat ini begitu nyaman baginya.

Tak ada kata yang terucap. Keduanya saling menenangkan tanpa kata.

1 menit.

2 menit.

3 menit.

Entahlah.. Keduanya tetap pada posisi yang sama.

Sepersekian detik kemudian, Jeonghan bergerak mundur.

“Do you feel better?” Tanya Seungcheol menatap Jeonghan yang masih mengatur nafasnya. Isaknya telah reda.

Jeonghan mengangguk. Ia benar-benar merasa lebih baik dari sebelumnya.

“Syukurlah.”

“Ma-makasih, mas.” Ucapnya dengan sisa isaknya.

Entah mengapa, Seungcheol menggenggam jemari Jeonghan dengan begitu lembut.

“Kamu tenang aja ya.. Nanti mas coba ngomong lagi ke Mingyu.” Ucap Seungcheol dengan tatapan teduhnya.

Jeonghan mengangguk.

Entah mengapa, ia merasakan ketenangan di dalam hatinya.

Keduanya terdiam sesaat dengan jemari yang masih saling bertaut.

Sepersekian detik kemudian, Seungcheol sadar.. ia masih memiliki Jisoo. Ia melepaskan genggamannya perlahan.

“Hmm han.. mas pamit dulu ya,” Ucap Seungcheol tiba-tiba.

“Hati-hati ya, mas.. Dan.. makasih.” Ucap Jeonghan dengan senyumnya yang mulai mengembang.

“Santai aja. Kamu jangan kelamaan di luar ya. Dingin.”

“Hehehe iya, mas.”

“See you.”