“Han...” Jisoo melambaikan tangannya saat melihat sang sahabat sedang menunggunya.
Jeonghan hanya ikut melambaikan tangannya singkat sembari tersenyum tipis.
Entahlah, semenjak hari itu pandangannya terhadap Jisoo berubah seketika. Ia jadi selalu merasa sakit karena tak akan melupakan fakta bahwa sahabatnya sendiri adalah calon suami dari pria yang sangat ia cintai.
Jisoo memeluk Jeonghan begitu erat. “susah banget sih diajak ketemu pak dokter.” ujarnya saat melepaskan pelukan singkat itu.
Jeonghan hanya terkekeh. “sorry soo.. kalo gue ada waktu ga bakal deh lo gue anggurin begini..” sahutnya dengan nada sedih.
“Udah gak papa yang penting ketemu kan ini..”
Jeonghan mengangguk senang.
Keduanya pun memesan makanan masing-masing dan mengobrol ringan sembari menunggu makanan sampai. Saat sedang asik mengobrol, Jeonghan tak sengaja melihat benda berkilau yang tersemat dijari manis kiri Jisoo.
Sebuah cincin yang begitu indah, sebagai tanda pengikat hubungan diantara Jisoo dan Seungcheol.
'Aku bisa apa? Mereka bahkan sudah ditahap ini..' Ujar Jeonghan dalam hatinya.
Jisoo yang menyadari tatapan Jeonghan pada jarinya pun mengangkat jarinya dan memperlihatkannya pada sahabatnya.
“Gimana Han? Bagus gak? Hehehe” Jisoo terlihat sangat bahagia.
Jeonghan hanya tersenyum kecut. “Iya soo, bagus. Beruntung banget ya kamu.”
“Yes, I am” Jisoo tersenyum sangat manis dan begitu girang, membuat Jeonghan mau tak mau ikut tersenyum dengan luka yang semakin dalam.
“Aku ga pernah nyangka Mas Cheol udah kepikiran sampe sejauh itu Han..” Jisoo berbicara dengan terus menatap cincin yang tersemat dijari manisnya.
“Aku juga ga pernah nyangka kalo Mas Cheol serius sama hubungan kita.” tiba-tiba saja air mata Jisoo menetes tetapi raut wajahnya selalu tersenyum.
Jeonghan tahu, tak ada yang lebih membahagiakan dalam hidup Jisoo daripada apa yang sedang Jisoo ceritakan saat ini.
“Congratulations baby.. Kamu berhak bahagia kok.” ujar Jeonghan dengan menahan getar pada suaranya.
Jisoo mengangguk pelan. “Thankyou Han.” Ia pun kembali tersenyum begitu manis.
“Jadi kapan kalian akan menikah?”
“Belum tahu Han.. Kita sama-sama sibuk, lagi nyari waktu yang pas buat aku ketemu bunda sama Mas Cheol ketemu papa di Paris.”
“Ahh.. gitu ya..
Kamu deket sama keluarganya pacar kamu soo?”
Jisoo kembali mengangguk. “Bisa dibilang deket sih, bundanya Mas Cheol baiiiiik banget, dan dia sayang banget sama aku, Han..
Aku yang ga punya bunda jadi ngerasa lengkap sama kehadiran bundanya Mas Cheol dalam hidup aku.”
Jeonghan tersenyum dalam hatinya tertawa miris.
'Padahal dulu gue juga mau di kenalin sama bundanya Mas.'
Obrolan mereka terhenti saat makanan mereka tiba. Jeonghan sangat berterima kasih kepada pelayan yang tiba tepat waktu, karena obrolan ini pun akhirnya terhenti juga.
Hati Jeonghan terlalu sakit untuk mendengarkan yang lebih daripada ini..
Padahal sedari tadi dirinya yang ingin tahu.
“By the way soo, lo sampe kapan di Jakarta?” ujar Jeonghan mengalihkan topik.
“Hmm... Sampe flight gue selanjutnya sih, mingdep deh..”
“Kalo gitu lo nginep di gue aja. Udah lama banget ga sleepover ga sih? kebetulan gue besok libur ini..”
“Wahhh mau banget.. Gak papa nih Han?”
“Ishh kan gue yang ngajak! Ya gak papa lah! Ya ya ya?”
“Oke dehh.. berarti gue check out malam ini dari hotelnya. nanti temenin yaa”
Jeonghan hanya mengangguk antusias. Jeonghan benar-benar merindukan sahabatnya ini terlepas status yang disandang oleh Jisoo. Masih banyak hal yang bisa mereka lakukan.
sekaligus Jeonghan yang harus membiasakan diri dengan keadaan yang harus ia terima mulai saat ini.