Gyuhann

Jeonghan menghela nafasnya kasar. Ia tak menyangka jika hatinya masih merespon akan hal yang berkaitan dengan masa lalunya.

Masa lalu yang harusnya telah ia kubur rapat.

Ia tak bisa kabur.

Semuanya saling terikat.

Ia bisa saja pergi jauh dari masa lalunya, namun keadaan membuat mereka berada dalam satu lingkup yang sama.

Jisoo adalah sahabatnya. Bukankah seharusnya ia bahagia jika sahabatnya bahagia?

Seharusnya..

Tapi hatinya berkata lain. Hatinya sakit. Seakan tidak bisa menerima apa yang ada. Tak bisa menerima akan takdir yang berputar. Memisahkannya dengan sang masa lalu. Mendekatkan sang masa lalu dengan sang sahabat.

Entahlah..

Ia harus sedih atau tertawa.

Jisoo dan masa lalunya telah terikat. Masa lalunya telah melamar sang sahabat.

Hatinya terenyuh.

Sakitnya terasa begitu nyata.

Ia memejamkan netranya sesaat.

Ia butuh udara.

Kakinya pun melangkah, membawa sejuta rasa serta asa yang tak mampu ia ungkapkan

. . .

23:00

Mingyu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh.

Ia harus segera sampai.

Menemui lalu menemani sang masa depan yang sedang tidak baik-baik saja.

Ia segera melangkah turun, mencari sang pujaan hati yang tengah shift malam. Ia melangkah mengusuri lorong rumah sakit yang lengang.

Seketika, senyumnya terukir. Nafasnya kembali lega. Ia dapat menatap sosok yang ia sayang. Sosok yang tengah melangkah dengan tatapan kosong.

Sosok itu terus melangkah. Tanpa ada niat untuk berhenti.

Mingyu masih setia. Ia mengikuti kemana langkah sang pujaan.

Sepersekian detik kemudian, langkah kaki itu terhenti. Terhenti pada rooftop rumah sakit yang lengang.

Mingyu berhenti melangkah, cukup jauh dari tempat sang sosok. Ia ingin membiarkannya sendiri terlebih dahulu.

Bahu sosok itu bergetar. Terlihat bagaimana ia bisa saja runtuh jika tak ada penopang.

5 menit.

10 menit.

15 menit.

Mingyu melangkah. Tak kuasa mendengar rintihan sang sosok yang seakan menghiasi dinginnya malam.

Ia memeluknya dari belakang. Membawa kehangatan bagi sang sosok yang mulai menggigil. Mendekapnya kian erat di setiap detiknya.

Jeonghan menoleh.

Terlonjak kaget saat kedua tangan kekar memeluk tubuh ringkihnya. Ia menghapus air matanya kasar.

“Gak usah dihapus, han.. nangis aja..” Ujar Mingyu begitu lembut, seakan ikut memahami apa yang Jeonghan rasakan saat ini.

Mingyu menatap Jeonghan begitu lekat. Seakan membisikkan kata-kata manis yang membuat sosok itu tak dapat membendung kesedihannya. Air matanya kembali mengalir. Sungguh, hatinya begitu sakit saat ini.

“Gyu..” Ucap Jeonghan begitu parau.

“Iya?”

“Apa gue salah kalo gue bilang, gue gak baik-baik aja?”

“Apa gue salah kalo gue gak bahagia atas kebahagiaan sahabat gue?”

Mingyu mendengarkan. Tak ingin mengintrupsi setiap kata yang terlontar. Mingyu paham, sang pujaan sedang ingin didengarkan.

Ia terus menggenggam jemari-jemari sang pujaan yang mulai dihinggapi dinginnya malam.

“Apa gue salah kalo gue gak bisa lupa?”

“Apa gue salah kalo hidup gue selalu kebayang ama masa lalu?”

“Apa gue salah gyu?”

Mingyu menggeleng. Segera membawa sang sosok dalam pelukannya kembali. Memberi kehangatan pada sosok yang kian bergetar menahan isak yang kian menguar.

“Lo gak salah, han.. gak pernah salah..”

“Dengerin gue.. Semua yang lo rasain itu wajar.. Kita cuma manusia biasa yang gak bisa ngilangin suatu perasaan gitu aja.. Semuanya pasti ada akhirnya.. percaya ya?”

Untaian demi untaian kata yang Mingyu ucapkan begitu manis terdengar. Jeonghan semakin terisak. Ingin mencurahkan perasaannya yang begitu menyakitkan. Ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang sahabat.

“Gue yakin.. setiap takdir Tuhan pasti ada hikmahnya.. Tuhan pasti punya rencana yang terbaik buat lo.. Gue yakin kalo suatu saat nanti, lo juga akan nemuin kebahagiaan lo.”

Ucap Mingyu yang terus mengusap punggung serta rambut sang pujaan, dengan sesekali memberikan kecupan lembut yang begitu menenangkan.

“Sekarang lo tenang ya.. jangan nangis lagi.. gak ada gunannya nangisin apa yang udah berlalu..”

“Lo harus nemuin bahagia lo juga.. gue di sini.. gue akan selalu nemenin lo, han.. jangan pernah pergi ya..” Ucap Mingyu begitu tulus. Menenangkan hati Jeonghan yang porak pranda tadi.

Mingyu benar.

Ucapan Mingu benar.

Ia harus bangkit.

“Makasih.” Ucap Jeonghan dengan begitu lirih.

Ia bersyukur.

Ia masih memiliki Mingyu. Sosok sahabat yang entah kapan akan berganti status menjadi kekasih? . .

Baiklah.

. .

Ia harus benar-benar membuka sang hati setelah ini.

. .

Selamat tinggal masa lalu.

. .

Selamat datang, Kim Mingyu.