—Cause you’re my home.
“buk…”
Seungcheol memanggil sang ibu yang tengah mencabuti beberapa rumput didepan rumahnya. sang ibu yang melihat kepulangan sang anak terlihat kaget, pasalnya Seungcheol benar-benar tak pernah pulang semenjak 5 tahun yang lalu.
“kak- ya Tuhan…anak ibuk” sang ibu dengan cepat memeluk anak semata wayangnya yang sudah 5 tahun tak ditemuinya itu. Seungcheol kemudian mencium punggung tangan ibunya,
“ibu sehat? kakak kangen bu.”
“sehat kak, cah lanang bagaimana keadaannya? kenapa tidak pernah pulang?”
Seungcheol tertawa renyah, “kakak sudah tua loh bu!” kemudian keduanya tertawa bersama, “ini kakak baru sempat aja bu.. bapak mana bu?”
“bapak di kios kak, jam segini ya belum pulang lho”
keduanya pun memutuskan masuk ke dalam rumah yang terbilang cukup besar di daerah itu. rumah milik keluarga Choi yang buyutnya terkenal memiliki usaha pengrajin alat musik tradisional itu sudah pasti terlihat besar walau terkesan sederhana. hanya saja usaha itu sudah lama tutup dan mereka hanya hidup dari hasil perkebunan dan sang bapak yang membuka kios kelontong kecil-kecilan.
“kamu lama disini kak?”
Seungcheol yang tengah menuang air putih ke dalam gelasnya seketika menghentikan aktifitasnya, terlihat berpikir sejenak lalu melanjutkan gerakan tangannya. ia menuang kembali air dan meneguknya hingga habis kemudian menggeleng pelan,
“enggak bu… kakak pulang soalnya ada yang mau di urusin.”
si ibu hanya mengangguk, tapi lalu teringat sesuatu,
“sudah bertemu jeonghan, kak?”
lama Seungcheol terdiam, ia kembali memikirkan kejadian satu jam yang lalu saat Jeonghan mengusirnya dari rumah mereka. pria manis itu terlihat marah dengan tangis yang tertahan.
Seungcheol mengangguk, “sudah bu. tadi kakak ke sana duluan.”
“terus Jeonghan nya kenapa ga ikut kemari?”
diam. Seungcheol terdiam lagi, “uhm.. bu.. kakak ada yang mau disampaikan, tapi tunggu bapak pulang dulu aja ya..”
si ibu awalnya terdiam, dari sang anak yang mengalihkan pembicaraannya saja ia dapat membaca keadaan, ada yang tak beres sedang terjadi. belum sempat sang ibu menanyakan lebih lanjut, tiba-tiba tuan Choi- atau bapak dari Seungcheol itu terlihat baru melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah mereka dan ikut terkejut; sama seperti sang ibu pada awalnya.
Seungcheol dengan cepat memeluk sang ayah yang masih terdiam dengan senyuman yang hampir jelas tertarik sempurna; setengah kaget juga senang. keduanya saling menepuk punggung masing-masing, betapa senangnya sang ayah melihat kembali wajah putra semata wayangnya.
“kapan sampe kak?”
“baru beberapa menit yang lalu, pak.”
Seungcheol menyalimi tangan sang ayah.
“sudah lama sekali bapak ga liat kamu, kak.”
“maaf ya pak, kakak banyak kesibukan di Jakarta. jadi baru sempat pulang sekarang.”
“sudah makan nak?”
“belum pak, anaknya baru sampe lho.” sahut si ibu dari belakang putranya.
ketiganya pun memutuskan untuk membersihkan diri sebelum malam datang. Seungcheol memutuskan untuk langsung menyampaikan niatnya pulang ke kampung halaman saat mereka selesai makan malam nanti. bagaimanapun orang tuanya harus tahu rencananya ke depan akan seperti apa.
saat ketiganya sudah selesai dengan makan malam mereka, Seungcheol sempat menimbang-nimbang akan reaksi dari orangtuanya nanti, apakah sama seperti Jeonghan atau mereka akan mendukung keputusannya..
“Pak.. bu.. kakak mau bicara serius sama bapak dan ibu..”
orang tua tetaplah orang tua, mereka bisa merasakan ada ketegangan di wajah sang anak yang saat ini terlihat menghela nafas gugup berulang kali.
“kakak pulang ke semarang karena ada yang mau diselesaikan, pak.. bu..”
“apa itu nak?” sahut sang ayah to the point
lagi, Seungcheol menghela nafasnya lagi.
“kakak… uhm.. kakak mau mengurus perceraian, pak.. bu..”
kedua orang tuanya tampak saling melempar pandang dalam diam, kaget sudah pasti, tapi lebih terlihat tenang dan menunggu sang anak melanjutkan kalimatnya.
“kakak akan menikah dengan orang lain, pak.. bu..”
dan kali ini, sang ibu yang terlihat lebih terkejut.
“kak… kamu serius?”
Seungcheol mengangguk dengan mantap membuat si ibu mengerutkan keningnya bingung.
“bagaimana kamu bisa ingin menikah lagi, suami kamu lho masih ada disini.”
“tapi kakak ketemu orang yang tepat bu.. kakak pun udah lamar pacar kakak yang sekarang. dia udah banyak bantu kakak, nemenin kakak dari nol di Jakarta, dan kakak sayang sama dia buk.. pak..”
“tapi kamu tidak boleh seperti itu disaat suami mu masih ada kak, hidup, sehat, dan nungguin kakak terus.”
Seungcheol hanya terdiam tak tahu harus menjawab apa.
“bapak sama ibuk tidak akan memaksa, karena yang menjalani itu kakak. tapi pesan bapak coba kakak pikirkan lagi, sematang-matangnya. toh menjalankan yang terpaksa itu memang tidak enak rasanya, jadi bapak serahkan semua keputusan ke kakak, asal dibicarakan bersama dan juga atas keputusan bersama.”
“pak?” sela sang ibu tak setuju.
“biarkan bu.. mereka sudah dewasa, bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. percayakan saja sama si kakak.”
si ibu yang masih tak setuju pun bangkit dan meninggalkan keduanya, tak tahu kenapa ia kurang setuju dengan langkah yang hendak diambil oleh putra semata wayangnya. tentu saja hal itu membuat Seungcheol panik hendak mengikuti sang ibu sampai ke kamarnya, namun urung karena sang ayah menahannya,
“sudah kak.. tidak apa. nanti bapak kasih pengertian ke ibumu. nah tugas kamu sekarang, bapak minta tolong di pikirkan baik-baik. jika memang sudah tidak bisa mau bagaimana toh? bapak tidak akan menghalangi jalan kakak, ya?”
Seungcheol tersenyum mendengar ujaran sang ayah yang memahami dirinya. dari dulu memang sang ayah lah yang selalu mengerti dirinya, terlebih sang ibu. mungkin di luar sana kebanyakan anak laki-laki sering bertentangan pendapat dengan ayahnya, namun tidak dengan Seungcheol. ayahnya justru sebaliknya.
“sudah.. istirahat saja, kamu belum sempat baringan kan? kamarmu sudah kangen sama yang punya itu.”
Seungcheol kembali memperlihatkan senyumnya, “terimakasih, pak.”
sang ayah hanya mengangguk dan perlahan bangkit meninggalkan Seungcheol sendirian di meja makan keluarga Choi tersebut.
ternyata semua tak semudah yang ia bayangkan, semuanya harus melewati proses yang lumayan memakan waktu, dan Seungcheol benar-benar harus sabar menghadapi itu semua.